FGD Penyusunan NA Ranperda Mamuju Utara
Bersama Anggota DPRD Matra dan Tim Ahli Untad
Desa sebagai organisasi pemerintahan terendah di bawah kecamatan sesungguhnya telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia, bahkan sudah dikenal oleh bangsa Indonesia jauh sebelum Negara Indonesia diproklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam lembaran sejarah ketatanegaraan Indonesia tercatat bahwa Negara Kesatuan Republik Indonesia dibangun di atas dan dari Desa. Dari dulu hingga sekarang, Desa merupakan pelopor sistim demokrasi yang otonom. Sejak dari dulu Desa memiliki sistim dan mekanisme pemerintahan, serta perangkat norma sosial dan nilai-nilai yang tumbuh dan terpelihara oleh masyarakat setempat.

Desa sebagai sebuah wilayah pemerintahan yang bersifat otonom memang diberikan hak-hak istimewa. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menegaskan:
“Desa atau yang disebut dengan nama lain, selanjutnya disebut desa, adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-asul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia”.

Frasa yang menyebutkan bahwa Desa atau yang disebut dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah, yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, sesungguhnya mengandung makna bahwa Desa adalah suatu organisasi pemerintahan yang bersifat otonom.

Kedudukan Desa sebagai suatu organisasi pemerintahan yang bersifat otonom mengalami perkembangan seiring dengan dinamika perkembangan masyarakat Indonesia dalam bidang politik, hukum, sosial-budaya, dan dalam ekonomi. Dinamika perkembangan Desa dari aspek politik tampak ketika warga masyarakat Desa memiliki kematangan dalam berdemokrasi, khususnya dalam hal menentukan Kepala Desa sebagai pemimpin pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakat di Desa. Jika pada masa lampau, Kepala Desa disepakati oleh warga masyarakat Desa dari tokoh masyarakat yang terkemuka, kini penentuan jabatan Kepala Desa didasarkan pada hasil pemilihan langsung warga masyarakat desa. Kepala Desa yang terpilih adalah calon kepala Desa yang memiliki perolehan suara terbanyak dari calon kepala Desa yang lainnya dalam suatu proses pemilihan kepala Desa.

Seiring dengan perkembangan politik pemerintahan desa, juga terjadi perubahan peraturan perundang-undangan yang mendasari tata kelola pemerintahan desa. Sejak Negara Indonesia merdeka hingga sampai sekarang ini, sudah silih berganti Undang-Undang yang mengatur tata kelola pemerintahan desa. Pada masa pemerintahan orde lama, regulasi tata kelola pemerintahan Desa didasarkan pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 1965 tentang Desa praja (Lembaran Negara Tahun 1965 Nomor 84). Lalu, pada masa pemerintahan orde baru, tata kelola pemerintahan desa berpijak pada Undang-Undang No. 5 Tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa. Selanjutnya, pada awal Tahun 2014 ini, Presiden telah mengesahkan undang-undang baru yang menjadi dasar tata kelola pemerintahan Desa, yakni Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa.

Selain adanya dinamika politik dan perubahan peraturan perundang-undangan yang mengatur tata kelola pemerintahan Desa, eksistensi pemerintahan Desa juga mengalami pertumbuhan yang sangat pesat. Untuk mencapai tujuan pembangunan nasional, desa merupakan agen pemerintah terdepan yang dapat menjangkau kelompok sasaran riil yang hendak disejahterakan, yaitu dengan membentuk suatu badan usaha yaitu Badan Usaha Milik Desa yang sesuai dengan Permendagri Nomor 39 tahun 2010 tentang Badan Usaha Milik Desa, yang menyebutkan bahwa: 
“Untuk meningkatkan kemampuan keuangan pemerintah desa dalam penyelenggaraan pemerintahan dan meningkatkan pendapatan masyarakat melalui berbagai kegiatan usaha ekonomi masyarakat pedesaan, didirikan badan usaha milik desa sesuai dengan kebutuhan dan potensi desa”.

Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) ini usaha desa yang dibentuk/didirikan oleh pemerintah desa yang kepemilikan modal dan pengelolaannya dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat. Pembentukan badan usaha milik desa ini juga berdasarkan pada Permendagri nomor 39 tahun 2010 pada bab II tentang pembentukan badan usaha milik desa. Pembentukan ini berasal dari pemerintah kabupaten/kota dengan menetapkan peraturan daerah tentang pedoman tata cara pembentukan dan pengelolaan bumdes. Selanjutnya pemerintah desa membentuk BUMDes dengan peraturan desa yang berpedoman pada peraturan daerah. 

BUMDes ini diharapkan juga mampu menstimulasi dan menggerakkan roda perekonomian di pedesaan. Aset ekonomi yang ada di desa harus dikelola sepenuhnya oleh masyarakat desa. Substansi dan filosofi BUMDes harus dijiwai dengan semangat kebersamaan sebagai upaya memperkuat aspek ekonomi kelembagaannya. Pada tahap ini, BUMDes akan bergerak seirama dengan upaya meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli desa, menggerakkan kegiatan ekonomi masyarakat di mana peran BUMDes sebagai institusi payung.

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Boleh share naskah akademiknya?

Posting Komentar